MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS e-LEARNING SUATU TAWARAN
PEMBELAJARAN MASA KINI DAN
MASA YANG AKAN DATANG

Oleh:
Bonita
Ayuandira
Esa
Oktarisa
Darmi
Ratnasari
UNIVERSITAS
SERANG RAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya,sesuai dengan
petunjuk yang telah ditetapkan makalah ini berjudul
“MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS e-LEARNING
SUATU TAWARAN PEMBELAJARAN MASA KINI DAN MASA YANG AKAN DATANG” ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dan serta
informasi dari berbagai sumber.Kami juga banyak mendapat dukungan dan
saran-saran dari banyak pihak.Untuk itu kami ucapkan terimakasih pada
pihak-pihak yang membantu.
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun penyajian makalh ini lebih jauh dari
sempurna,Oleh karena itu satn dan kritik yang bersifat kontruktif dari pembaca
sangat di harapkan agar dapat di temukan suatu hasil yang lebih sempurna
kedepannya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………
Kata pengantar…………………………………………………………………
BAB 1
PENDAHULUAN
1.Latar belakang………………………………………………………………
2.Rumusan Masalah…………………………………………………………..
3.Tujuan……………………………………………………………………….
4.Batasan Masalah……………………………………………………………
BAB II
ISI
A.Pendidikan di Masa Depan………………………………………………..
B.Konsep e-learning………………………………………………………….
C.Pemanfaatan e-learning dalam pembelajaran……………………………
D.Model pembelajaran berbasis e-learning…………………………………
E.Kelebihan dan Kekurangan e-learning…………………………………
BABIII
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
A. Pendahuluan
1.Latar Belakang
.
Dalam era global seperti
sekarang ini, setuju atau tidak, mau atau tidak mau, harus berhubungan dengan
teknologi khususnya teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena teknologi
tersebut telah mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, kita
sebaiknya tidak ‘gagap’ teknologi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa
siapa yang terlambat menguasai informasi, maka terlambat pulalah memperoleh
kesempatan-kesempatan untuk maju.
Informasi sudah merupakan
‘komoditi’ sebagai layaknya barang ekonomi yang lain. Peran informasi menjadi
kian besar dan nyata dalam dunia modern seperti sekarang ini. Hal ini bisa
dimengerti karena masyarakat sekarang menuju pada era masyarakat informasi (information age) atau masyarakat ilmu
pengetahuan (knowledge society). Oleh
karena itu tidak mengherankan kalau ada perguruan tinggi yang menawarkan
jurusan informasi atau teknologi informasi, maka perguruan tinggi tersebut
berkembang menjadi pesat.
Kecepatan yang diiringi dengan
tuntutan kebutuhan dapat memberikan sumbangan potensial pada sektor pendidikan
dan pelatihan. Potensi positif yang dimiliki teknologi tidak saja meningkatkan
efesiensi dan efektifitas serta keluwesan proses pembelajaran, tetapi juga
berdampak pada pengembangan materi, pergeseran peran guru/pelatih dan semakin
berkembangnya otonomi peserta didik.
Salah satu model pembelajaran
yang ditawarkan adalah model inovasi e-learning. e-Learning atau electronic
learning kini semakin dikenal sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah
pendidikan, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang.
Banyak orang menggunakan istilah yang berbeda-beda dengan e-learning, namun
pada prinsipnya e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa
elektronika sebagai alat bantunya.
e-Learning memang
merupakan suatu teknologi pembelajaran yang relatif baru di Indonesia. Untuk
menyederhanakan istilah, maka electronic
learning disingkat menjadi e-learning.
Kata ini terdiri dari dua bagian, yaitu ‘e’
yang merupakan singkatan dari ‘electronica’
dan ‘learning’ yang berarti
‘pembelajaran’. e-Learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan
perangkat elektronika. Jadi dalam pelaksanaannya e-learning menggunakan jasa audio, video atau perangkat komputer
atau kombinasi dari ketiganya.
Namun perlu disadari bahwa
pemanfaatan e-Learning dalam
pembelajaran ini membutuhkan jaringan listrik. Pada sisi lain keadaan wilayah
Indonesia yang sangat luas dan penduduk yang banyak, belum semuanya dapat
menikmati aliran listrik. Dengan demikian penggunaan pembelajaran berbasis e-Learning ini hanya dapat dinikmati
oleh penduduk yang di wilayahnya sudah tersedia jaringan listrik.
Dalam berbagai literatur, e-learning didefinisikan sebagai berikut:
e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
Dengan demikian, e-learning adalah pembelajaran yang
pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape,
transmisi satelite atau komputer. Namun perlu diingat bahwa pemanfaatan satelit
dan komputer menyajikan peluang yang hanya akan mungkin dapat diwujudkan
apabila investasi penting telah dilaksanakan untuk melatih tenaga di semua
tingkat, membiayai pengembangan materi dalam berbagai media, dan memberikan
kepastian akan kemudahan akses bagi masyarakat yang menjadi sasaran .
Tujuan penulisan
makalah adalah untuk mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran
berbasis e-Learning yang meliputi: (1) pendidikan di masa depan, (2) konsep
e-Learning, (3) pemanfaatan e-Learning dalam pembelajaran, (4) model
pembelajaran e-Learning, dan (5) kelebihan dan kekurangan e-Learning.
2.Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan
strategi pembelajaran e-learning ?
2.Bagaimana karakteristik
dari strategi pembelajaran e-learning ?
3.Apa hal-hal yang perlu di
perhatikan dalam merancang e-learning ?
4.Apa saja teknologi
pendukung pembelajran e-learning ?
3.Tujuan
Adapun tujuan dari masalah
ini untuk :
- Mengetahui pengertian strategi pembelajaran e-learning
- Memahami karakteristik dari strategi pembelajaran e-lerning
- Megetahui hal-hal yang harus di perhatikan dalam merancang
e-learning
- Mengetahui teknologi pendukung pembelajaran e-learning
4.Batasan Masalah
Untuk menghindari salah
penafsiran berdasarkan latar belakang diatas,maka di buat batasan masalah
tentang makalah ini. Kami hanya membahas strategi pembelajaran e-learning
secara regular di kelas yang dilaksankan pada tatap muka,adapun bahasa yang
kami sajikan dalam makalah ini adalah pengenalan strategi pembelajran
e-learning,karakteristik,hal-hal yang perlu di perhatikan dalam merancang
e-learning procedure pengembangan bahan belajar e-learning,manfaat,serta
kelebihan dan kekurangan strategi pembelajaran e-learning.
BAB II
ISI
A. Pendidikan Di Masa
Depan
Observasi para ahli sebagaimana telah dikemukakan di
atas mengisyaratkan bahwa pendidikan di masa depan cenderung menjadi
multidisipliner, jaringan yang terpadu, terkait pada produktivitas tepat waktu,
pluralistik, lebih dialogis/sinkronis,lebih terbuka dan mudah diakses serta
lebih bersaing secara alami.
Pada tahun 1989, Bishop G. telah meramalkan bahwa
pendidikan di masa depan cenderung menjadi luwes, terbuka, beraneka ragam,
terjangkau oleh siapapun yang ingin belajar tanpa mengenal usia, jenis kelamin,
pengalaman belajar sebelumnya, dan sebagainya.
Dengan kemajuan
teknologi komunikasi yang baru, model penyampaian melalui banyak jalur berbasis
multimedia terus berkembang sebagai suatu alat yang sangat handal. Kemampuan
untuk menggabungkan teks, diagram, dan gambar dengan video dan suara sangat
menunjang kemampuan mentransmisikan informasi yang bermakna dan pembangunan
teknologi yang bersifat maya (virtual),
dapat meningkatkan efektivitas pendekatan tersebut, bahkan lebih dari itu.
Banyak siswa, bahkan sekalipun mereka belum mengerti betul komputer berharap
memperoleh kemudahan dengan materi tersebut.
Internet memiliki
potensi luar biasa sepanjang infrastruktur sistem telepon yang ada dapat
diandalkan disertai peralatan yang telah tersedia, yang telah mendorong orang
untuk menyadarinya dan telah dilatih untuk penggunaannya. Bila hal ini dilihat
sebagai suatu jawaban yang menyeluruh terhadap masalah-masalah pendidikan massa , maka kenyataan yang
ada seperti ini sering diabaikan. Namun akan menjadi sangat bermakna jika
dipandang sebagai sistem yang diterpkan secara bertahap dan kumulatif, di mana
infrastruktur yang telah tersedia digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang
jelas dan khusus.
Paradigma masa
depan di dalam kecendrungan yang menyeluruh (Roll, R. 1997) adalah sebuah
dorongan pasar multimedia. Dampak kuat dari lahirnya globalisasi akan
menghasilkan perubahan dalam pendidikan dan pelatihan. Untuk itulah diperlukan ilmu pendidikan dan
metode-metode pembelajaran yang baru. Struktur ketrampilan kejuruan dan
pengetahuan mengalami perubahan guna mendukung kegiatan belajar seumur hidup
dan belajar berkelanjutan yang berfungsi untuk mempersiapkan para pekerja
memenuhi tuntutan atau kepentingan industri.
Yang perlu digaris bawahi dari
pernyataan Roll adalah “Teknologi tinggi hendaknya untuk menjangkau yang tidak
terjangkau, dan ketepatan teknologi tinggi adalah apabila infrastrukturnya
digunakan secara bijak. Dengan keadaan yang demikianlah, belajar jarak jauh dan
pendidikan terbuka/jarak jauh akan
menjadi pelopor memasuki dekade baru”.
B. Konsep e-Learning
Sebelum e-learning lahir, yang populer lebih dulu
ialah Computer Assisted Instruction (CAI) dan Computer Assisted
Learning (CAL). Media yang digunakan berupa disket, PC (komputer pribadi)
atau komputer mainframe yang diakses melalui work station lokal. Awalnya, konsep CAI dan CAL diarahkan
untuk menggantikan peran guru. Namun, hal itu tidak mungkin dilakukan karena
keterbatasan komputer diantaranya komputer tidak mampu memberikan interaksi
sosial yang maksimal, sehingga kedua konsep itu dikombinasikan dengan guru.
Setelah komputer terhubung ke
jaringan (dan kini bahkan jaringan antar jaringan alias internet), istilahnya
bergeser menjadi e-learning. Di situlah terjadi perubahan paradigma dari
teaching menjadi learning. Dengan demikian, pemanfaatan e-Learning dipusatkan pada kegiatan belajar,
bukan mengajar.
E-learning bukan sekadar bermain dan berselancar di
dunia maya, klik sana-sini untuk pindah dari satu situs ke situs lain, men-download,
berlatih, mencerna, menjawab pertanyaan, menemukan, dan menyebabkan dirinya
berubah, menjadi lebih cerdas, menjadi dapat belajar lebih banyak lagi.
Banyak
para ahli yang mendefinisikan e-learning
sesuai sudut pandangnya. Karena e-learning kepanjangan dari elektronik learning
ada yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pembelajaran yang memanfaatkan
teknologi elektronik (radio, televisi, film, komputer, internet, dll). Jaya
Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran
dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau
internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada
pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang
dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002)
mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui
perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Rosenberg
(2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet
untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah
untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran
lewat teknologi elektronik internet.
Secara
lebih rinci Rosenberg (2001) mengkategorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam
e-Learning, yaitu:
a. e-Learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki
secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing
pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam e-learning,
sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
b. e-Learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan
menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones,
pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan
pembelajaran tetapi tidak bisa digolongkan sebagai e-learning.
c. e-Learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas,
solusi pembelajaran yang menggungguli paradigma tradisional dalam pelatihan.
Uraian
di atas menunjukan bahwa sebagai dasar dari e-Learning
adalah pemanfaatan teknologi internet. e-learning
merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital
melalui teknologi internet. Oleh karena itu e-Learning
dapat digunakan dalam sistem pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan
konvensional. Dalam pendidikan konvensional fungsi e-Learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model
pembelajaran konvensional. Dalam
hal ini Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-Learning
sebagai berikut:
a.
e-Learning
merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara
on-line.
b.
e-Learning
menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM,
dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan
globalisasi.
c.
e-Learning tidak
berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan
teknologi pendidikan.
Kapasitas
siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin
baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan
lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih
baik.
Pada
dasarnya cara penyampaian atau cara pemberian (delivery system) dari e-Learning, dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:
1.
One
way communication (komunikasi satu arah); dan
2.
Two
way communication (komunikasi dua arah).
Komunikasi
atau interaksi antara guru dan murid memang sebaiknya melalui sistem dua arah.
Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:
1. Dilaksanakan melalui cara langsung
(synchronous). Artinya pada saat instruktur memberikan pelajaran, murid dapat
langsung mendengarkan; dan
2. Dilaksanakan melalaui cara tidak
langsung (a-synchronous). Misalnya pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum
digunakan.
C. Pemanfaatan e-Learning
dalam Pembelajaran
Dunia pendidikan terimbas pula
oleh pesatnya perkembangan jagat maya. Sekolah lewat internet menjadi sesuatu
hal yang memungkinkan. e-learning, sebuah alternatif media pendidikan yang tidak
mengenal ruang dan waktu. Model sekolah lewat internet seharusnya
ideal buat negeri kita.
Pemanfaatan
e-learning tidak terlepas dari jasa internet. Karena teknik pembelajaran yang
tersedia di internet begitu lengkap, maka hal ini akan berpengaruhi terhadap
tugas guru dalam proses pembelajaran. Dahulu, proses belajar mengajar
didominasi oleh peran guru disebut the
era of teacher, sementara siswa hanya mendengar penjelasan guru. Kemudian,
proses belajar dan mengajar didominasi oleh peran guru dan buku (the era of teacher and book) dan pada
saat ini proses belajar dan mengajar
didominasi oleh peran guru, buku dan teknologi (the era of teacher, book and technology).
Teknologi
internet pada hakekatnya merupakan perkembangan dari teknologi komunikasi
generasi sebelumnya. Media seperti radio, televisi, video, multi media, dan
media lainnya telah digunakan dan dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan.
Apalagi media internet yang memiliki sifat interaktif, bisa sebagai media massa
dan interpersonal, dan sumber informasi dari berbagai penjuru dunia, sangat
dimungkinkan menjadi media pendidikan lebih unggul dari generasi sebelumnya.
Oleh karena itu Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru
dalam arti sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan
wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
Dengan
fasilitas yang dimilikinya, internet menurut Onno W. Purbo (1998) paling
tidak, ada tiga hal dampak positif
penggunaan internet dalam pendidikan yaitu:
a.
Peserta
didik dapat dengan mudah mengambil mata kuliah dimanapun di seluruh dunia tanpa
batas institusi atau batas negara.
b.
Peserta
didik dapat dengan mudah berguru pada para ahli di bidang yang diminatinya.
c.
Kuliah/belajar
dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada
universitas/sekolah tempat si mahasiswa belajar. Di samping itu saat ini hadir pula perpustakan internet yang
lebih dinamis dan bisa digunakan di seluruh jagat raya.
Pendapat
ini hampir senada dengan Budi Rahardjo (2002). Menurutnya, manfaat internet
bagi pendidikan adalah dapat menjadi akses kepada sumber informasi, akses
kepada nara sumber, dan sebagai media kerjasama. Akses kepada sumber informasi
yaitu sebagai perpustakaan on-line, sumber literatur, akses hasil-hasil
penelitian, dan akses kepada materi kuliah. Akses kepada nara sumber bisa
dilakukan komunikasi tanpa harus bertemu secara fisik. Sedangkan sebagai media
kerjasama internet bisa menjadi media untuk melakukan penelitian bersama atau
membuat semacam makalah bersama.
Penelitian
di Amerika Serikat tentang pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk
keperluan pendidikan diketahui memberikan dampak positif (Pavlik, 19963)).
Studi lainya dilakukan oleh Center for Applied Special Technology (CAST),
“bahwa pemanfaatan internet sebagai media pendidikan menunjukan positif
terhadap hasil belajar peserta didik4)”.
Walaupun
masih banyak kendalanya, terlebih di Indonesia, kesenjangan mutu pendidikan
antar-daerah seperti itu setidaknya bisa dijembatani dengan model sekolah lewat
internet, e-learning. Syaratnya, mengubah paradigma teaching
menjadi learning. Pembelajaran (learning) berbeda dengan
pengajaran (teaching). Banyak definisi, redefinisi, atau kutipan
mengenai learning. Intinya, belajar itu menyangkut perubahan terhadap diri-sendiri,
mengubah perilaku, melakukan discovery (menguak apa yang semula
tertutup). Pendeknya, belajar mengubah seseorang menjadi cerdas, bukan sekadar
pintar. "Pintar" dan "cerdas" berbeda: smart people know
from repetition of others. Intelligent people can figure it out by themselves.
Sedangkan
dalam pengajaran guru atau instruktur memberikan waktu, energi, dan usaha untuk
menyiapkan murid atau anak didik sesuai dengan tujuan instruksional. Guru
memberi, murid menerima. Namun, orang yang diajar oleh guru atau melalui
komputer belum tentu belajar, karena hasil belajar mensyaratkan adanya
perubahan terhadap diri-sendiri.
D. Model Pembelajaran Berbasis e-Learning
Pengembangan
pembelajaran berbasis e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai tujuan yang
diinginkan. Jika kita setuju bahwa e-learning di dalamnya juga termasuk
pembelajaran berbasis internet, maka pendapat Haughey (1998) perlu
dipertimbangkan dalam pengembangan e-learning. Menurutnya ada tiga kemungkinan
dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course”. Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan
pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak
diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi,
penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya
disampaikan melalui internet. Dengan
kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar
tanpa tatap muka (jarak jauh) dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui
internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi.
Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari
materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan
untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka,
peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang
telah dipelajari melalui internet tersebut.
Hasil penelitian yang
menguji penggunaan teknologi pembelajaran bagi siswa (dengan mengakses website
yang merujuk pada tampilan powerpoint untuk catatan dan persiapan ujian) dan
metode belajar yang relatif lebih tradisional (membaca buku teks dan mencatat
di kelas dari buku), serta pengaruh strategi belajar terhadap nilai ujian
mereka dan kehadiran di kelas, menunjukkan siswa yang digolongkan tinggi pada
penggunaan teknologi dan metode belajar
tradisional menunjukkan prestasi dan kehadiran yang lebih tinggi daripada siswa
yang digolongkan rendah dalam penggunaan kedua metode belajar yang menggunakan
teknologi dan metode belajar tradisional. (Kathleen Debevec, 2006).
Model web
enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan
kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk
memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar,
sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh
karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari
informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs
yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang
menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan
kecakapan lain yang diperlukan.
Pengembangan e-learning
tidak semata-mata hanya menyajikan materi pelajaran secara on-line saja, namun
harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah peserta didik
belajar dihadapan pengajar melalui layar komputer yang dihubungkan melalui
jaringan internet. Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan
diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam
merancang e-learning, yaitu “sederhana, personal, dan cepat”. Sistem yang
sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu
yang ada , dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi
pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat
diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar
menggunakan sistem e-learning-nya.
Komunikasi
atau interaksi antara guru dan murid memang sebaiknya melalui sistem dua arah.
Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:
1. Dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous). Artinya pada saat
instruktur memberikan pelajaran, murid dapat langsung mendengarkan; dan
2. Dilaksanakan melalaui cara tidak
langsung (a-synchronous). Misalnya
pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum digunakan.
Syarat
personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya
seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan
dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya,
serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta
didik betah berlama-lama di depan layar komputernya.
Kemudian
layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan
kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat
dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
Secara ringkas,
e-learning perlu diciptakan seolah-olah peserta didik belajar secara
konvensional, hanya saja dipindahkan ke dalam sistem digital melalui internet.
Oleh karena itu e-leraning perlu mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan
dalam sistem pembelajaran konvensional. Misalnya dimulai dari perumusan tujuan
yang operasional dan dapat diukur, ada apersepsi atau pre test, membangkitkan
motivasi, menggunakan bahasa yang komunikatif, uraian materi yang jelas,
contoh-contoh kongkrit, problem solving, tanya jawab, diskusi, post test,
sampai penugasan dan kegiatan tindak lanjutnya. Oleh karena itu merancang e-learning
perlu melibatkan pihak terkait, antara lain: pengajar, ahli materi, ahli komunikasi,
programmer, seniman, dan sebagainya.
E. Kelebihan Dan Kekurangan e-Learning
Dari
berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di
literatur, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya
dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999, Soekartawi, 2002;
Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain dapat disebutkan sbb:
a. Tersedianya fasilitas e-moderating di
mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet
secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan
tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
b. Guru dan siswa dapat menggunakan bahan
ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet,
sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari;
c. Siswa dapat belajar atau me-review bahan
ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar
tersimpan di komputer.
d.
Bila
siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang
dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah.
e.
Baik
guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti
dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan yang lebih luas.
f.
Berubahnya
peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif;
g.
Relatif
lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi
atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang
bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
Walaupun demikian
pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas
dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara
lain dapat disebutkan sbb:
a.
Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau
bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat
terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar;
b.
Kecenderungan
mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya
aspek bisnis/komersial;
c. Proses belajar dan mengajarnya cenderung
ke arah pelatihan daripada pendidikan;
d. Berubahnya peran guru dari yang semula
menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui
teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
e. Siswa yang tidak mempunyai motivasi
belajar yang tinggi cenderung gagal;
f. Tidak semua tempat tersedia fasilitas
internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon
ataupun komputer);
g. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan
memiliki ketrampilan soal-soal internet; dan
h.
Kurangnya
penguasaan bahasa komputer.
Profil peserta e-Learning adalah seseorang yang (1)
mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen untuk
belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar sepenuhnya berada
pada diri peserta belajar itu sendiri (Loftus, 2001), (2) senang belajar dan
melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri secara
terus-menerus, dan yang menyenangi kebebasan, (3) mengalami kegagalan dalam
mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan penggantinya,
atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh
sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusannya
sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-Learning, serta
yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan
(Tucker, 2000).
Pengkritik e-Learning mengatakan bahwa “di samping
daerah jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan
infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa maupun
antara siswa dengan nara
sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang siswa yang terbatas untuk
bersosialisasi (Wildavsky, 2001). Terhadap kritik ini, lingkungan pembelajaran
elektronik dapat membantu membangun/mengembangkan “rasa bermasyarakat” di
kalangan peserta didik sekalipun mereka terpisah jauh satu sama lain.
Guru atau instruktur
dapat menugaskan peserta didik untuk bekerja dalam beberapa kelompok untuk
mengembangkan dan mempresentasikan tugas yang diberikan. Peserta didik yang
menggarap tugas kelompok ini dapat bekerjasama melalui fasilitas homepage atau
web. Selain itu, peserta didik sendiri dapat saling berkontribusi secara
individual atau melalui diskusi kelompok dengan menggunakan e-mail (Website
kudos, 2002).
Concord Consortium
(2002) (http://www.govhs.org/) mengemukakan bahwa pengalaman belajar melalui
media elektronik semakin diperkaya ketika peserta didik dapat merasakan bahwa
mereka masing-masing adalah bagian dari suatu masyarakat peserta didik, yang
berada dalam suatu lingkungan bersama. Dengan mengembangkan suatu komunitas dan
hidup di dalamnya, peserta didik menjadi tidak lagi merasakan terisolasi di
dalam media elektronik. Bahkan, mereka bekerja saling bahu-membahu untuk
mendukung satu sama lain demi keberhasilan kelompok.
Lebih jauh dikemukakan
bahwa di dalam kegiatan e-Learning, para guru dan peserta belajar mengungkapkan
bahwa mereka justru lebih banyak mengenal satu sama lainnya. Para
peserta belajar sendiri mengakui bahwa mereka lebih mengenal para gurunya yang
membina mereka belajar melalui kegiatan e-Learning. Di samping itu, para guru
e-Learning ini juga aktif melakukan pembicaraan (komunikasi) dengan orangtua
peserta didik melalui telepon dan email karena para orangtua ini merupakan
mitra kerja dalam kegiatan e-Learning. Demikian juga halnya dengan komunikasi antara sesama para
peserta e-Learning.
BAB III
Kesimpulan
Kata-kata kunci bagi
pendidikan masa depan: luwes, terbuka, bervariasi, akses, realitas maya,
internet, multimedia, banyak jalur, kesamaan kesempatan, seumur hidup, saling
berbagi, interaktivitas, jaringan, jarak jauh, on-line, dua arah atau dialogis,
tepat waktu, terpadu, kolaboratif, antar disiplin, sesuai, multi disiplin, dan
kompetitif. Keseluruhan ini mengandung makna bahwa berbagai tantangan di masa
depan adalah berupa bagaimana teknologi baru dapat digunakan secara bijak dan
tepat untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan global.
Satu
hal yang perlu ditekankan dan dipahami adalah bahwa e-Learning tidak dapat
sepenuhnya menggantikan kegiatan pembelajaran konvensional di kelas. Tetapi,
e-Learning dapat menjadi partner atau saling melengkapi dengan pembelajaran
konvensional di kelas. e-Learning, Belajar mandiri merupakan “basic thrust” kegiatan pembelajaran
elektronik, namun jenis kegiatan pembelajaran ini masih membutuhkan interaksi
yang memadai sebagai upaya untuk mempertahankan kualitasnya.
Saran
Adapun saran dari kami :
1.Mengetahui perkembangan kemajuan ilmu
pengetahuan untuk menambah informasi dalam penyampaian informasi pembelajaran.
2.Dapat menyajikan materi dengan lebih
menarik dan membuat siswa menganggap e-learning sebagai dunia nya.
3.Pendidikan agar selalu memperbaiki dan
memperbaharui fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana,
I (1996). Human Resource Development and
the Evolution of Human “Geist”, IDLN Symposium ke-2 tentang Teknologi dan
Pengembangan SDM Abab XXII, Hotel Wisata 17-18 Desember: IDLN Pustekkom.
Anwas, Oos M. (2000),
Internet: Peluang dan Tantangan Pendidikan Nasional. Jakarta: Jurnal Teknodik
Depdiknas.
________, (2003), Faktor
yang Mempengaruhi Sikap terhadap Internet; Studi Survei Kesiapan Dosen dalam
Mengadopsi Inovasi e-learning, Jakarta: Program Pascasarjana FISIP Universitas
Indonesia.
________, (2003). Model
Inovasi e-Learning dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal Teknodik Edisi 12.
Cisco, (2001). e-Learning: Combines Communication,
Education, Information, and Training. http://ww.cisco.com/warp/public/10/wwtraining/elearning.
Cuban, L. (1996). Techno-reformers and
classroom teachers, Educational Week on the Web. http://www.edweek.org/ew/vol-16/o6cuban
(Nopember 2000).
Hartanto, A.A. dan Purbo, O.W.
(2002), Teknologi e-Learning Berbasis PHP dan MySQL, Elex Media Komputindo, Jakarta .
Jatmiko, R. (1997), Enhancing
Learning Experiences through the Use of Internet. Paper presented at the
International Symposium on Distance Education and Open Learning organized by
MONE Indonesia , IDLN,
SEAMOLEC, ICDE, UNDP and UNESCO, Tuban, Bali ,
Indonesia ,
17-20 November 1997.
Kamarga, Hanny.
(2002).Belajar Sejarah melalui e-learning; Alternatif Mengakses Sumber
Informasi Kesejarahan. Jakarta :
Inti Media.
Koran, Jaya Kumar C. (2002), Aplikasi
E-Learning dalam Pengajaran dan pembelajaran di Sekolah Malasyia. (8 November 2002 ).
www.moe.edu.my/smartshool/neweb/Seminar/kkerja8.htm.
Lawanto, Oemardi. (2000). Pembelajaran Berbasis Web
sebagai Metoda Komplemen Kegiatan pendidikan dan Pelatihan. Makalah Video
Conference; Bandung-Suarabaya: Depdiknas.
Mason Robin. 1994 Using Communications Media in Open
and Fleksible Learning. London : Kogan PageLtd.
Mukhopadhyay, M. (1995) “Shifting Paradigms in Open
ang distance Education (Paper Presented before the IDLN Fisrt International
Symposium in Yogyakarta ). Jakarta
IDLN-Pustekkom.
Purbo, Onno W. dan Antonius AH. (2002). Teknologi e-Learning
Berbasis PHP dan MySQL: Merencanakan dan Mengimplementasikan Sistem e-Learning.
Jakarta: Gramedia.
Purbo, Onno W. (2001)
Masyarakat Pengguna Internet di Indonesia. Available,
http://www.geocities.com/inrecent/project.html. (4 November 2002 ).
Pavlik, John V. (1996). New Media Technology. Cultur and Commercial Perspectives.Singapore :
Allyn and Bacon.
Pavlik, John V. (1996). New Media Technology. Cultur and Commercial Perspectives.
Rahardjo, Budi. (2001).
Pergolakan Informasi di Indonesia akan Sia-sia?. Artikel Majalah Tempo. Jakarta : November 2001.
Romiszowski, Alexander J. and Robin Mason. (1996) Computer Mediated
Communication in Handbook of Research for Educational Communications
Technology. New York :
AECT, Macmillan Library Reference USA .
Roll Reider (1997) SEAMOLEC_IDLN Regional
Symposium on Future Vision: Distance Education and Open Learnin. Bali Pustekkom.
Robinson, ET. (2001). Knowlarge as Commodity: How
do e-commerce a e-learning Relate. Available, http://www.elearningmag.co
Rosenberg, Marc J. (2001), e-Learning; Strategies for
Delivering Knowledge in the Digital. New
York : McGraw Hill.
Tung, Khoe Yao. (2000). Pendidikan dan Riset di
Internet. Jakarta :
Dinastindo.
Soekartawi (2002b),
e-Learning: Konsep dan Aplikasinya. Bahan-Ceramah/Makalah disampaikan pada
Seminar yang diselenggarakan oleh Balitbang Depdiknas, Jakarta, 18 Desember
2002.
Soekartawi (2002c), The Role of Regional Organization
for Mass Education. Invited paper presented at the International Conference on
Lifelong Learning organized by Asian European Institute, Kuala Lumpur , 13-15 May 2002.
Soekartawi (2003). Prinsip Dasar e-Learning: Teori dan
Aplikasinya di Indosnesia. Jurnal
Teknodik Edisi 12. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS e-LEARNING SUATU TAWARAN
PEMBELAJARAN MASA KINI DAN
MASA YANG AKAN DATANG

Oleh:
Bonita
Ayuandira
Esa
Oktarisa
Darmi
Ratnasari
UNIVERSITAS
SERANG RAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya,sesuai dengan
petunjuk yang telah ditetapkan makalah ini berjudul
“MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS e-LEARNING
SUATU TAWARAN PEMBELAJARAN MASA KINI DAN MASA YANG AKAN DATANG” ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dan serta
informasi dari berbagai sumber.Kami juga banyak mendapat dukungan dan
saran-saran dari banyak pihak.Untuk itu kami ucapkan terimakasih pada
pihak-pihak yang membantu.
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun penyajian makalh ini lebih jauh dari
sempurna,Oleh karena itu satn dan kritik yang bersifat kontruktif dari pembaca
sangat di harapkan agar dapat di temukan suatu hasil yang lebih sempurna
kedepannya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………
Kata pengantar…………………………………………………………………
BAB 1
PENDAHULUAN
1.Latar belakang………………………………………………………………
2.Rumusan Masalah…………………………………………………………..
3.Tujuan……………………………………………………………………….
4.Batasan Masalah……………………………………………………………
BAB II
ISI
A.Pendidikan di Masa Depan………………………………………………..
B.Konsep e-learning………………………………………………………….
C.Pemanfaatan e-learning dalam pembelajaran……………………………
D.Model pembelajaran berbasis e-learning…………………………………
E.Kelebihan dan Kekurangan e-learning…………………………………
BABIII
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
A. Pendahuluan
1.Latar Belakang
.
Dalam era global seperti
sekarang ini, setuju atau tidak, mau atau tidak mau, harus berhubungan dengan
teknologi khususnya teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena teknologi
tersebut telah mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, kita
sebaiknya tidak ‘gagap’ teknologi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa
siapa yang terlambat menguasai informasi, maka terlambat pulalah memperoleh
kesempatan-kesempatan untuk maju.
Informasi sudah merupakan
‘komoditi’ sebagai layaknya barang ekonomi yang lain. Peran informasi menjadi
kian besar dan nyata dalam dunia modern seperti sekarang ini. Hal ini bisa
dimengerti karena masyarakat sekarang menuju pada era masyarakat informasi (information age) atau masyarakat ilmu
pengetahuan (knowledge society). Oleh
karena itu tidak mengherankan kalau ada perguruan tinggi yang menawarkan
jurusan informasi atau teknologi informasi, maka perguruan tinggi tersebut
berkembang menjadi pesat.
Kecepatan yang diiringi dengan
tuntutan kebutuhan dapat memberikan sumbangan potensial pada sektor pendidikan
dan pelatihan. Potensi positif yang dimiliki teknologi tidak saja meningkatkan
efesiensi dan efektifitas serta keluwesan proses pembelajaran, tetapi juga
berdampak pada pengembangan materi, pergeseran peran guru/pelatih dan semakin
berkembangnya otonomi peserta didik.
Salah satu model pembelajaran
yang ditawarkan adalah model inovasi e-learning. e-Learning atau electronic
learning kini semakin dikenal sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah
pendidikan, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang.
Banyak orang menggunakan istilah yang berbeda-beda dengan e-learning, namun
pada prinsipnya e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa
elektronika sebagai alat bantunya.
e-Learning memang
merupakan suatu teknologi pembelajaran yang relatif baru di Indonesia. Untuk
menyederhanakan istilah, maka electronic
learning disingkat menjadi e-learning.
Kata ini terdiri dari dua bagian, yaitu ‘e’
yang merupakan singkatan dari ‘electronica’
dan ‘learning’ yang berarti
‘pembelajaran’. e-Learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan
perangkat elektronika. Jadi dalam pelaksanaannya e-learning menggunakan jasa audio, video atau perangkat komputer
atau kombinasi dari ketiganya.
Namun perlu disadari bahwa
pemanfaatan e-Learning dalam
pembelajaran ini membutuhkan jaringan listrik. Pada sisi lain keadaan wilayah
Indonesia yang sangat luas dan penduduk yang banyak, belum semuanya dapat
menikmati aliran listrik. Dengan demikian penggunaan pembelajaran berbasis e-Learning ini hanya dapat dinikmati
oleh penduduk yang di wilayahnya sudah tersedia jaringan listrik.
Dalam berbagai literatur, e-learning didefinisikan sebagai berikut:
e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
Dengan demikian, e-learning adalah pembelajaran yang
pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape,
transmisi satelite atau komputer. Namun perlu diingat bahwa pemanfaatan satelit
dan komputer menyajikan peluang yang hanya akan mungkin dapat diwujudkan
apabila investasi penting telah dilaksanakan untuk melatih tenaga di semua
tingkat, membiayai pengembangan materi dalam berbagai media, dan memberikan
kepastian akan kemudahan akses bagi masyarakat yang menjadi sasaran .
Tujuan penulisan
makalah adalah untuk mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran
berbasis e-Learning yang meliputi: (1) pendidikan di masa depan, (2) konsep
e-Learning, (3) pemanfaatan e-Learning dalam pembelajaran, (4) model
pembelajaran e-Learning, dan (5) kelebihan dan kekurangan e-Learning.
2.Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan
strategi pembelajaran e-learning ?
2.Bagaimana karakteristik
dari strategi pembelajaran e-learning ?
3.Apa hal-hal yang perlu di
perhatikan dalam merancang e-learning ?
4.Apa saja teknologi
pendukung pembelajran e-learning ?
3.Tujuan
Adapun tujuan dari masalah
ini untuk :
- Mengetahui pengertian strategi pembelajaran e-learning
- Memahami karakteristik dari strategi pembelajaran e-lerning
- Megetahui hal-hal yang harus di perhatikan dalam merancang
e-learning
- Mengetahui teknologi pendukung pembelajaran e-learning
4.Batasan Masalah
Untuk menghindari salah
penafsiran berdasarkan latar belakang diatas,maka di buat batasan masalah
tentang makalah ini. Kami hanya membahas strategi pembelajaran e-learning
secara regular di kelas yang dilaksankan pada tatap muka,adapun bahasa yang
kami sajikan dalam makalah ini adalah pengenalan strategi pembelajran
e-learning,karakteristik,hal-hal yang perlu di perhatikan dalam merancang
e-learning procedure pengembangan bahan belajar e-learning,manfaat,serta
kelebihan dan kekurangan strategi pembelajaran e-learning.
BAB II
ISI
A. Pendidikan Di Masa
Depan
Observasi para ahli sebagaimana telah dikemukakan di
atas mengisyaratkan bahwa pendidikan di masa depan cenderung menjadi
multidisipliner, jaringan yang terpadu, terkait pada produktivitas tepat waktu,
pluralistik, lebih dialogis/sinkronis,lebih terbuka dan mudah diakses serta
lebih bersaing secara alami.
Pada tahun 1989, Bishop G. telah meramalkan bahwa
pendidikan di masa depan cenderung menjadi luwes, terbuka, beraneka ragam,
terjangkau oleh siapapun yang ingin belajar tanpa mengenal usia, jenis kelamin,
pengalaman belajar sebelumnya, dan sebagainya.
Dengan kemajuan
teknologi komunikasi yang baru, model penyampaian melalui banyak jalur berbasis
multimedia terus berkembang sebagai suatu alat yang sangat handal. Kemampuan
untuk menggabungkan teks, diagram, dan gambar dengan video dan suara sangat
menunjang kemampuan mentransmisikan informasi yang bermakna dan pembangunan
teknologi yang bersifat maya (virtual),
dapat meningkatkan efektivitas pendekatan tersebut, bahkan lebih dari itu.
Banyak siswa, bahkan sekalipun mereka belum mengerti betul komputer berharap
memperoleh kemudahan dengan materi tersebut.
Internet memiliki
potensi luar biasa sepanjang infrastruktur sistem telepon yang ada dapat
diandalkan disertai peralatan yang telah tersedia, yang telah mendorong orang
untuk menyadarinya dan telah dilatih untuk penggunaannya. Bila hal ini dilihat
sebagai suatu jawaban yang menyeluruh terhadap masalah-masalah pendidikan massa , maka kenyataan yang
ada seperti ini sering diabaikan. Namun akan menjadi sangat bermakna jika
dipandang sebagai sistem yang diterpkan secara bertahap dan kumulatif, di mana
infrastruktur yang telah tersedia digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang
jelas dan khusus.
Paradigma masa
depan di dalam kecendrungan yang menyeluruh (Roll, R. 1997) adalah sebuah
dorongan pasar multimedia. Dampak kuat dari lahirnya globalisasi akan
menghasilkan perubahan dalam pendidikan dan pelatihan. Untuk itulah diperlukan ilmu pendidikan dan
metode-metode pembelajaran yang baru. Struktur ketrampilan kejuruan dan
pengetahuan mengalami perubahan guna mendukung kegiatan belajar seumur hidup
dan belajar berkelanjutan yang berfungsi untuk mempersiapkan para pekerja
memenuhi tuntutan atau kepentingan industri.
Yang perlu digaris bawahi dari
pernyataan Roll adalah “Teknologi tinggi hendaknya untuk menjangkau yang tidak
terjangkau, dan ketepatan teknologi tinggi adalah apabila infrastrukturnya
digunakan secara bijak. Dengan keadaan yang demikianlah, belajar jarak jauh dan
pendidikan terbuka/jarak jauh akan
menjadi pelopor memasuki dekade baru”.
B. Konsep e-Learning
Sebelum e-learning lahir, yang populer lebih dulu
ialah Computer Assisted Instruction (CAI) dan Computer Assisted
Learning (CAL). Media yang digunakan berupa disket, PC (komputer pribadi)
atau komputer mainframe yang diakses melalui work station lokal. Awalnya, konsep CAI dan CAL diarahkan
untuk menggantikan peran guru. Namun, hal itu tidak mungkin dilakukan karena
keterbatasan komputer diantaranya komputer tidak mampu memberikan interaksi
sosial yang maksimal, sehingga kedua konsep itu dikombinasikan dengan guru.
Setelah komputer terhubung ke
jaringan (dan kini bahkan jaringan antar jaringan alias internet), istilahnya
bergeser menjadi e-learning. Di situlah terjadi perubahan paradigma dari
teaching menjadi learning. Dengan demikian, pemanfaatan e-Learning dipusatkan pada kegiatan belajar,
bukan mengajar.
E-learning bukan sekadar bermain dan berselancar di
dunia maya, klik sana-sini untuk pindah dari satu situs ke situs lain, men-download,
berlatih, mencerna, menjawab pertanyaan, menemukan, dan menyebabkan dirinya
berubah, menjadi lebih cerdas, menjadi dapat belajar lebih banyak lagi.
Banyak
para ahli yang mendefinisikan e-learning
sesuai sudut pandangnya. Karena e-learning kepanjangan dari elektronik learning
ada yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pembelajaran yang memanfaatkan
teknologi elektronik (radio, televisi, film, komputer, internet, dll). Jaya
Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran
dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau
internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada
pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang
dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002)
mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui
perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Rosenberg
(2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet
untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah
untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran
lewat teknologi elektronik internet.
Secara
lebih rinci Rosenberg (2001) mengkategorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam
e-Learning, yaitu:
a. e-Learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki
secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing
pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam e-learning,
sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
b. e-Learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan
menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones,
pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan
pembelajaran tetapi tidak bisa digolongkan sebagai e-learning.
c. e-Learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas,
solusi pembelajaran yang menggungguli paradigma tradisional dalam pelatihan.
Uraian
di atas menunjukan bahwa sebagai dasar dari e-Learning
adalah pemanfaatan teknologi internet. e-learning
merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital
melalui teknologi internet. Oleh karena itu e-Learning
dapat digunakan dalam sistem pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan
konvensional. Dalam pendidikan konvensional fungsi e-Learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model
pembelajaran konvensional. Dalam
hal ini Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-Learning
sebagai berikut:
a.
e-Learning
merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara
on-line.
b.
e-Learning
menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM,
dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan
globalisasi.
c.
e-Learning tidak
berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan
teknologi pendidikan.
Kapasitas
siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin
baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan
lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih
baik.
Pada
dasarnya cara penyampaian atau cara pemberian (delivery system) dari e-Learning, dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:
1.
One
way communication (komunikasi satu arah); dan
2.
Two
way communication (komunikasi dua arah).
Komunikasi
atau interaksi antara guru dan murid memang sebaiknya melalui sistem dua arah.
Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:
1. Dilaksanakan melalui cara langsung
(synchronous). Artinya pada saat instruktur memberikan pelajaran, murid dapat
langsung mendengarkan; dan
2. Dilaksanakan melalaui cara tidak
langsung (a-synchronous). Misalnya pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum
digunakan.
C. Pemanfaatan e-Learning
dalam Pembelajaran
Dunia pendidikan terimbas pula
oleh pesatnya perkembangan jagat maya. Sekolah lewat internet menjadi sesuatu
hal yang memungkinkan. e-learning, sebuah alternatif media pendidikan yang tidak
mengenal ruang dan waktu. Model sekolah lewat internet seharusnya
ideal buat negeri kita.
Pemanfaatan
e-learning tidak terlepas dari jasa internet. Karena teknik pembelajaran yang
tersedia di internet begitu lengkap, maka hal ini akan berpengaruhi terhadap
tugas guru dalam proses pembelajaran. Dahulu, proses belajar mengajar
didominasi oleh peran guru disebut the
era of teacher, sementara siswa hanya mendengar penjelasan guru. Kemudian,
proses belajar dan mengajar didominasi oleh peran guru dan buku (the era of teacher and book) dan pada
saat ini proses belajar dan mengajar
didominasi oleh peran guru, buku dan teknologi (the era of teacher, book and technology).
Teknologi
internet pada hakekatnya merupakan perkembangan dari teknologi komunikasi
generasi sebelumnya. Media seperti radio, televisi, video, multi media, dan
media lainnya telah digunakan dan dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan.
Apalagi media internet yang memiliki sifat interaktif, bisa sebagai media massa
dan interpersonal, dan sumber informasi dari berbagai penjuru dunia, sangat
dimungkinkan menjadi media pendidikan lebih unggul dari generasi sebelumnya.
Oleh karena itu Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru
dalam arti sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan
wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
Dengan
fasilitas yang dimilikinya, internet menurut Onno W. Purbo (1998) paling
tidak, ada tiga hal dampak positif
penggunaan internet dalam pendidikan yaitu:
a.
Peserta
didik dapat dengan mudah mengambil mata kuliah dimanapun di seluruh dunia tanpa
batas institusi atau batas negara.
b.
Peserta
didik dapat dengan mudah berguru pada para ahli di bidang yang diminatinya.
c.
Kuliah/belajar
dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada
universitas/sekolah tempat si mahasiswa belajar. Di samping itu saat ini hadir pula perpustakan internet yang
lebih dinamis dan bisa digunakan di seluruh jagat raya.
Pendapat
ini hampir senada dengan Budi Rahardjo (2002). Menurutnya, manfaat internet
bagi pendidikan adalah dapat menjadi akses kepada sumber informasi, akses
kepada nara sumber, dan sebagai media kerjasama. Akses kepada sumber informasi
yaitu sebagai perpustakaan on-line, sumber literatur, akses hasil-hasil
penelitian, dan akses kepada materi kuliah. Akses kepada nara sumber bisa
dilakukan komunikasi tanpa harus bertemu secara fisik. Sedangkan sebagai media
kerjasama internet bisa menjadi media untuk melakukan penelitian bersama atau
membuat semacam makalah bersama.
Penelitian
di Amerika Serikat tentang pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk
keperluan pendidikan diketahui memberikan dampak positif (Pavlik, 19963)).
Studi lainya dilakukan oleh Center for Applied Special Technology (CAST),
“bahwa pemanfaatan internet sebagai media pendidikan menunjukan positif
terhadap hasil belajar peserta didik4)”.
Walaupun
masih banyak kendalanya, terlebih di Indonesia, kesenjangan mutu pendidikan
antar-daerah seperti itu setidaknya bisa dijembatani dengan model sekolah lewat
internet, e-learning. Syaratnya, mengubah paradigma teaching
menjadi learning. Pembelajaran (learning) berbeda dengan
pengajaran (teaching). Banyak definisi, redefinisi, atau kutipan
mengenai learning. Intinya, belajar itu menyangkut perubahan terhadap diri-sendiri,
mengubah perilaku, melakukan discovery (menguak apa yang semula
tertutup). Pendeknya, belajar mengubah seseorang menjadi cerdas, bukan sekadar
pintar. "Pintar" dan "cerdas" berbeda: smart people know
from repetition of others. Intelligent people can figure it out by themselves.
Sedangkan
dalam pengajaran guru atau instruktur memberikan waktu, energi, dan usaha untuk
menyiapkan murid atau anak didik sesuai dengan tujuan instruksional. Guru
memberi, murid menerima. Namun, orang yang diajar oleh guru atau melalui
komputer belum tentu belajar, karena hasil belajar mensyaratkan adanya
perubahan terhadap diri-sendiri.
D. Model Pembelajaran Berbasis e-Learning
Pengembangan
pembelajaran berbasis e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai tujuan yang
diinginkan. Jika kita setuju bahwa e-learning di dalamnya juga termasuk
pembelajaran berbasis internet, maka pendapat Haughey (1998) perlu
dipertimbangkan dalam pengembangan e-learning. Menurutnya ada tiga kemungkinan
dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course”. Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan
pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak
diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi,
penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya
disampaikan melalui internet. Dengan
kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar
tanpa tatap muka (jarak jauh) dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui
internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi.
Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari
materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan
untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka,
peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang
telah dipelajari melalui internet tersebut.
Hasil penelitian yang
menguji penggunaan teknologi pembelajaran bagi siswa (dengan mengakses website
yang merujuk pada tampilan powerpoint untuk catatan dan persiapan ujian) dan
metode belajar yang relatif lebih tradisional (membaca buku teks dan mencatat
di kelas dari buku), serta pengaruh strategi belajar terhadap nilai ujian
mereka dan kehadiran di kelas, menunjukkan siswa yang digolongkan tinggi pada
penggunaan teknologi dan metode belajar
tradisional menunjukkan prestasi dan kehadiran yang lebih tinggi daripada siswa
yang digolongkan rendah dalam penggunaan kedua metode belajar yang menggunakan
teknologi dan metode belajar tradisional. (Kathleen Debevec, 2006).
Model web
enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan
kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk
memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar,
sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh
karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari
informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs
yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang
menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan
kecakapan lain yang diperlukan.
Pengembangan e-learning
tidak semata-mata hanya menyajikan materi pelajaran secara on-line saja, namun
harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah peserta didik
belajar dihadapan pengajar melalui layar komputer yang dihubungkan melalui
jaringan internet. Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan
diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam
merancang e-learning, yaitu “sederhana, personal, dan cepat”. Sistem yang
sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu
yang ada , dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi
pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat
diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar
menggunakan sistem e-learning-nya.
Komunikasi
atau interaksi antara guru dan murid memang sebaiknya melalui sistem dua arah.
Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:
1. Dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous). Artinya pada saat
instruktur memberikan pelajaran, murid dapat langsung mendengarkan; dan
2. Dilaksanakan melalaui cara tidak
langsung (a-synchronous). Misalnya
pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum digunakan.
Syarat
personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya
seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan
dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya,
serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta
didik betah berlama-lama di depan layar komputernya.
Kemudian
layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan
kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat
dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
Secara ringkas,
e-learning perlu diciptakan seolah-olah peserta didik belajar secara
konvensional, hanya saja dipindahkan ke dalam sistem digital melalui internet.
Oleh karena itu e-leraning perlu mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan
dalam sistem pembelajaran konvensional. Misalnya dimulai dari perumusan tujuan
yang operasional dan dapat diukur, ada apersepsi atau pre test, membangkitkan
motivasi, menggunakan bahasa yang komunikatif, uraian materi yang jelas,
contoh-contoh kongkrit, problem solving, tanya jawab, diskusi, post test,
sampai penugasan dan kegiatan tindak lanjutnya. Oleh karena itu merancang e-learning
perlu melibatkan pihak terkait, antara lain: pengajar, ahli materi, ahli komunikasi,
programmer, seniman, dan sebagainya.
E. Kelebihan Dan Kekurangan e-Learning
Dari
berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di
literatur, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya
dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999, Soekartawi, 2002;
Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain dapat disebutkan sbb:
a. Tersedianya fasilitas e-moderating di
mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet
secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan
tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
b. Guru dan siswa dapat menggunakan bahan
ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet,
sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari;
c. Siswa dapat belajar atau me-review bahan
ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar
tersimpan di komputer.
d.
Bila
siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang
dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah.
e.
Baik
guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti
dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan yang lebih luas.
f.
Berubahnya
peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif;
g.
Relatif
lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi
atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang
bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
Walaupun demikian
pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas
dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara
lain dapat disebutkan sbb:
a.
Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau
bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat
terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar;
b.
Kecenderungan
mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya
aspek bisnis/komersial;
c. Proses belajar dan mengajarnya cenderung
ke arah pelatihan daripada pendidikan;
d. Berubahnya peran guru dari yang semula
menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui
teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
e. Siswa yang tidak mempunyai motivasi
belajar yang tinggi cenderung gagal;
f. Tidak semua tempat tersedia fasilitas
internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon
ataupun komputer);
g. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan
memiliki ketrampilan soal-soal internet; dan
h.
Kurangnya
penguasaan bahasa komputer.
Profil peserta e-Learning adalah seseorang yang (1)
mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen untuk
belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar sepenuhnya berada
pada diri peserta belajar itu sendiri (Loftus, 2001), (2) senang belajar dan
melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri secara
terus-menerus, dan yang menyenangi kebebasan, (3) mengalami kegagalan dalam
mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan penggantinya,
atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh
sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusannya
sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-Learning, serta
yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan
(Tucker, 2000).
Pengkritik e-Learning mengatakan bahwa “di samping
daerah jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan
infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa maupun
antara siswa dengan nara
sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang siswa yang terbatas untuk
bersosialisasi (Wildavsky, 2001). Terhadap kritik ini, lingkungan pembelajaran
elektronik dapat membantu membangun/mengembangkan “rasa bermasyarakat” di
kalangan peserta didik sekalipun mereka terpisah jauh satu sama lain.
Guru atau instruktur
dapat menugaskan peserta didik untuk bekerja dalam beberapa kelompok untuk
mengembangkan dan mempresentasikan tugas yang diberikan. Peserta didik yang
menggarap tugas kelompok ini dapat bekerjasama melalui fasilitas homepage atau
web. Selain itu, peserta didik sendiri dapat saling berkontribusi secara
individual atau melalui diskusi kelompok dengan menggunakan e-mail (Website
kudos, 2002).
Concord Consortium
(2002) (http://www.govhs.org/) mengemukakan bahwa pengalaman belajar melalui
media elektronik semakin diperkaya ketika peserta didik dapat merasakan bahwa
mereka masing-masing adalah bagian dari suatu masyarakat peserta didik, yang
berada dalam suatu lingkungan bersama. Dengan mengembangkan suatu komunitas dan
hidup di dalamnya, peserta didik menjadi tidak lagi merasakan terisolasi di
dalam media elektronik. Bahkan, mereka bekerja saling bahu-membahu untuk
mendukung satu sama lain demi keberhasilan kelompok.
Lebih jauh dikemukakan
bahwa di dalam kegiatan e-Learning, para guru dan peserta belajar mengungkapkan
bahwa mereka justru lebih banyak mengenal satu sama lainnya. Para
peserta belajar sendiri mengakui bahwa mereka lebih mengenal para gurunya yang
membina mereka belajar melalui kegiatan e-Learning. Di samping itu, para guru
e-Learning ini juga aktif melakukan pembicaraan (komunikasi) dengan orangtua
peserta didik melalui telepon dan email karena para orangtua ini merupakan
mitra kerja dalam kegiatan e-Learning. Demikian juga halnya dengan komunikasi antara sesama para
peserta e-Learning.
BAB III
Kesimpulan
Kata-kata kunci bagi
pendidikan masa depan: luwes, terbuka, bervariasi, akses, realitas maya,
internet, multimedia, banyak jalur, kesamaan kesempatan, seumur hidup, saling
berbagi, interaktivitas, jaringan, jarak jauh, on-line, dua arah atau dialogis,
tepat waktu, terpadu, kolaboratif, antar disiplin, sesuai, multi disiplin, dan
kompetitif. Keseluruhan ini mengandung makna bahwa berbagai tantangan di masa
depan adalah berupa bagaimana teknologi baru dapat digunakan secara bijak dan
tepat untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan global.
Satu
hal yang perlu ditekankan dan dipahami adalah bahwa e-Learning tidak dapat
sepenuhnya menggantikan kegiatan pembelajaran konvensional di kelas. Tetapi,
e-Learning dapat menjadi partner atau saling melengkapi dengan pembelajaran
konvensional di kelas. e-Learning, Belajar mandiri merupakan “basic thrust” kegiatan pembelajaran
elektronik, namun jenis kegiatan pembelajaran ini masih membutuhkan interaksi
yang memadai sebagai upaya untuk mempertahankan kualitasnya.
Saran
Adapun saran dari kami :
1.Mengetahui perkembangan kemajuan ilmu
pengetahuan untuk menambah informasi dalam penyampaian informasi pembelajaran.
2.Dapat menyajikan materi dengan lebih
menarik dan membuat siswa menganggap e-learning sebagai dunia nya.
3.Pendidikan agar selalu memperbaiki dan
memperbaharui fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana,
I (1996). Human Resource Development and
the Evolution of Human “Geist”, IDLN Symposium ke-2 tentang Teknologi dan
Pengembangan SDM Abab XXII, Hotel Wisata 17-18 Desember: IDLN Pustekkom.
Anwas, Oos M. (2000),
Internet: Peluang dan Tantangan Pendidikan Nasional. Jakarta: Jurnal Teknodik
Depdiknas.
________, (2003), Faktor
yang Mempengaruhi Sikap terhadap Internet; Studi Survei Kesiapan Dosen dalam
Mengadopsi Inovasi e-learning, Jakarta: Program Pascasarjana FISIP Universitas
Indonesia.
________, (2003). Model
Inovasi e-Learning dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal Teknodik Edisi 12.
Cisco, (2001). e-Learning: Combines Communication,
Education, Information, and Training. http://ww.cisco.com/warp/public/10/wwtraining/elearning.
Cuban, L. (1996). Techno-reformers and
classroom teachers, Educational Week on the Web. http://www.edweek.org/ew/vol-16/o6cuban
(Nopember 2000).
Hartanto, A.A. dan Purbo, O.W.
(2002), Teknologi e-Learning Berbasis PHP dan MySQL, Elex Media Komputindo, Jakarta .
Jatmiko, R. (1997), Enhancing
Learning Experiences through the Use of Internet. Paper presented at the
International Symposium on Distance Education and Open Learning organized by
MONE Indonesia , IDLN,
SEAMOLEC, ICDE, UNDP and UNESCO, Tuban, Bali ,
Indonesia ,
17-20 November 1997.
Kamarga, Hanny.
(2002).Belajar Sejarah melalui e-learning; Alternatif Mengakses Sumber
Informasi Kesejarahan. Jakarta :
Inti Media.
Koran, Jaya Kumar C. (2002), Aplikasi
E-Learning dalam Pengajaran dan pembelajaran di Sekolah Malasyia. (8 November 2002 ).
www.moe.edu.my/smartshool/neweb/Seminar/kkerja8.htm.
Lawanto, Oemardi. (2000). Pembelajaran Berbasis Web
sebagai Metoda Komplemen Kegiatan pendidikan dan Pelatihan. Makalah Video
Conference; Bandung-Suarabaya: Depdiknas.
Mason Robin. 1994 Using Communications Media in Open
and Fleksible Learning. London : Kogan PageLtd.
Mukhopadhyay, M. (1995) “Shifting Paradigms in Open
ang distance Education (Paper Presented before the IDLN Fisrt International
Symposium in Yogyakarta ). Jakarta
IDLN-Pustekkom.
Purbo, Onno W. dan Antonius AH. (2002). Teknologi e-Learning
Berbasis PHP dan MySQL: Merencanakan dan Mengimplementasikan Sistem e-Learning.
Jakarta: Gramedia.
Purbo, Onno W. (2001)
Masyarakat Pengguna Internet di Indonesia. Available,
http://www.geocities.com/inrecent/project.html. (4 November 2002 ).
Pavlik, John V. (1996). New Media Technology. Cultur and Commercial Perspectives.Singapore :
Allyn and Bacon.
Pavlik, John V. (1996). New Media Technology. Cultur and Commercial Perspectives.
Rahardjo, Budi. (2001).
Pergolakan Informasi di Indonesia akan Sia-sia?. Artikel Majalah Tempo. Jakarta : November 2001.
Romiszowski, Alexander J. and Robin Mason. (1996) Computer Mediated
Communication in Handbook of Research for Educational Communications
Technology. New York :
AECT, Macmillan Library Reference USA .
Roll Reider (1997) SEAMOLEC_IDLN Regional
Symposium on Future Vision: Distance Education and Open Learnin. Bali Pustekkom.
Robinson, ET. (2001). Knowlarge as Commodity: How
do e-commerce a e-learning Relate. Available, http://www.elearningmag.co
Rosenberg, Marc J. (2001), e-Learning; Strategies for
Delivering Knowledge in the Digital. New
York : McGraw Hill.
Tung, Khoe Yao. (2000). Pendidikan dan Riset di
Internet. Jakarta :
Dinastindo.
Soekartawi (2002b),
e-Learning: Konsep dan Aplikasinya. Bahan-Ceramah/Makalah disampaikan pada
Seminar yang diselenggarakan oleh Balitbang Depdiknas, Jakarta, 18 Desember
2002.
Soekartawi (2002c), The Role of Regional Organization
for Mass Education. Invited paper presented at the International Conference on
Lifelong Learning organized by Asian European Institute, Kuala Lumpur , 13-15 May 2002.
Soekartawi (2003). Prinsip Dasar e-Learning: Teori dan
Aplikasinya di Indosnesia. Jurnal
Teknodik Edisi 12.